Dari data tenaga teknis lapangan Medion, kasus malaria unggas masih ditemukan di sebagian wilayah pantura (pantai utara Jawa), salah satunya Cirebon. Keterangan ini disampaikan drh Budi Purwanto, Product & Technical Management Manager Medion kepada TROBOS. Budi pun berbagi deskripsi persebaran kasus tersebut di pulau Jawa dan Bali selama rentang 2006 sampai 2008 (Tabel 1). Tabel 1. Kasus Malaria Unggas di Pulau Jawa dan Bali “Kejadian di Jawa Tengah banyak tersebar di Purbalingga, Klaten, Boyolali, Purwokerto dan Karanganyar plus Jogjakarta. Sedangkan Gresik, Kediri dan Lamongan merupakan wilayah di Jawa Timur yang relatif sering ditemukan kasus malaria unggas,” ungkap Budi. Berdasarkan data tersebut, lanjut Budi, diketahui serangan malaria unggas selalu berulang di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur sepanjang 2006 - 2008. Keterangan senada dikemukakan Nuryanto, Production and Health Control Manager CV Satwa Utama Group. Dokter hewan tamatan UGM ini menunjuk kawasan pantura dan wilayah Kalimantan sebagai daerah endemik malaria unggas. Lokasi-lokasi peternakan yang berdekatan dengan rawa, sawah, “kebon” atau hutan seperti Kalimantan sangat berpotensi terjadi berulang kasus malaria. Sementara daerah pantai yang beriklim panas dengan banyak genangan air juga menjadi lokasi ideal merebaknya kasus ini. Alasannya, penyakit yang disebabkan agen protozoa darah Leucocytozoon ini penyebarannya dilakukan melalui gigitan nyamuk. Dan karakter kawasan di atas ideal bagi perkembangan hidup nyamuk. “Sepanjang populasi nyamuk sebagai vektor di daerah itu tinggi, maka potensi malaria juga tinggi,” terangnya. Penyakit dengan sebab Leucocytozoon sebenarnya lebih tepat disebut dengan leucocytozoonosis atau diistilahkan dengan “malaria like disease” (penyakit mirip malaria). Sementara malaria yang disebabkan oleh Plasmodium. Tetapi jamaknya di lapangan disamaratakan karena kedua penyebab penyakit adalah protozoa, memiliki gejala yang mirip dan ditularkan melalui gigitan serangga. Dan kasus leucocytozoonosis lebih banyak ditemui pada unggas ketimbang malaria karena Plasmodium. Budi pun mengiyakan, “Termasuk penyakit musiman karena dipengaruhi oleh siklus perkembangbiakan vektor.” Penyakit malaria akan semakin tinggi kejadiannya saat kondisi lingkungan mendukung bagi perkembangan nyamuk dan lalat selaku vektor penyakit ini. Populasi nyamuk atau serangga cenderung meningkat saat terjadi perubahan musim, dari musim hujan ke musim panas atau sebaliknya,” tambah Budi lagi. Di masa ini hujan datang sesekali, menyebabkan banyak air tergenang. Berbeda di musim hujan, air mengalir deras sehingga larva tidak berkembang. Tetapi Budi tak menampik kemungkinan kejadian malaria unggas terjadi sepanjang tahun, “meskipun dalam jumlah kecil,” ujarnya. Selama masih ada ayam yang bersifat carrier (pembawa agen penyakit) maka nyamuk yang menggigit ayam tersebut akan berperan menjadi vektor atau agen penular ke ayam yang lainnya. Kerugian bagi Broiler juga Layer Tabel 2. Tingkat Kematian Akibat Malaria Unggas Wisnu punya angka tersendiri, “Pada layer dan broiler malaria unggas bisa menimbulkan angka kesakitan hingga 40% dan angka kematian pada serangan hebat mencapai 40% – 60%.” sebut Wisnu. Dan ditambahkannya, penurunan produksi layer bisa mencapai 40% -70%. Nuryanto, menyebutkan angka kematian yang cukup dahsyat. “Kalau memang sudah sangat parah angka kematian broiler bisa mencapai 80%,” kata Nuryanto. Dan keparahan tinggi pernah dialami di salah satu kandangnya di pantura. Senada dengan Budi, Lusi juga mengakui bahwa selain mortalitas yang ditimbulkan, malaria juga mengakibatkan pembengkakan FCR. “Pada fase pullet, malaria unggas bisa menimbulkan kematian,” ungkap Lusi. “Ayam yang masih muda, daya tahannya juga masih kurang, jadi kalau terserang malaria bisa berakibat kematian,” ucap Lusi. “Yang lebih berbahaya, kalau ayam sudah lebih kuat, gejala klinis tidak terlihat, tetapi parasit ada dalam tubuhnya. Ayam seperti ini lah yang akan menjadi carrier,” tutur Lusi. Siklus Hidup Panjang Malaria unggas dikatakan Budi sering menyerang broiler pada umur 15 – 35 hari. Terkait masa inkubasi Lusi menambahkan, malaria unggas baru menunjukkan gejala klinis 14 hari pasca gigitan nyamuk. Ditambahkannya, siklus hidup Leucocytozoonosis caullery cukup lama, sekitar 1 bulan lebih. Lusi mengatakan, “Infeksi menunjukkan gejala klinis saat agen masuk stadium/fase schizogony akhir atau saat memasuki awal stadium gametogony, sekitar hari ke-14.” Wisnu menjelaskan, sebagian siklus hidup Leucocytozoon berada dalam tubuh vektor (nyamuk atau lalat), dan sebagian fase ada dalam tubuh inang, dalam hal ini ayam. Serangga Simulium ataupun Culicoides yang membawa sporozoit (salah satu fase Leucocytozoon) dalam kelenjar liur menggigit unggas sehingga unggas terinfeksi. Sporozoit ini di dalam jaringan tubuh unggas akan berubah dan menjadi banyak schizont, yang bakal memproduksi banyak merozoit. “Karena bentuknya lancip, schizont bisa langsung masuk ke sel darah merah dan memproduksi merozoit di dalamnya” terang Wisnu. Tetapi, masih menurut Wisnu, kebanyakan mekanismenya merozoit-lah yang masuk ke dalam sel darah merah. Merozoit kemudian membesar dan masak di dalamnya hingga menjadi gametocyt (jantan dan betina) yang juga infeksius. “Pada proses itu akan banyak sel darah merah yang pecah sehingga ayam mengalami anemia,” ujar dosen mata kuliah parasitologi ini. “Selain itu, pecahan sel (ruptur) juga akan berbahaya karena bisa menumpuk dan menyumbat pembuluh darah. Begitu pula sel darah merah yang terinvasi akan membesar, sehingga jika banyak sel yang membesar akan menghambat aliran darah dan lagi-lagi bisa menyumbat pembuluh darah.” Akibat sumbatan ini, secara visual akan semakin menampakkan gejala anemia. Secara fisiologis pembuluh darah bisa pecah, dan bila ini terjadi pada organ dalam maka akan terlihat bintik perdarahan di organ-organ tersebut.
Wilayah 2006 2007 2008
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Jawa Tengah 33 37,50% 22 45,83% 31 62,00%
Jawa Timur 54 61,36% 26 54,17% 16 32,00%
Bali 1 1,13% 0 0,00% 0 0,00%
Jawa Barat 0 0,00% 0 0,00% 3 6,00%
Sumber : Data technical service Medion, 2006 s/d 2008
Menurut drh Lusianingsih Winoto, Product Manager, PT SHS International, leucocytozoonosis kembali marak di Indonesia sejak dua bulan yang lalu. “Masa pancaroba seperti saat ini biasanya kasus banyak, peternak harus waspada,” Lusi mewanti-wanti. Ditemui TROBOS beberapa waktu lalu, Dr drh Wisnu Nurcahyo, peneliti parasit dari FKH (Fakultas Kedokteran Hewan), UGM membenarkan banyaknya kasus malaria unggas musim pancaroba, perubahan musim penghujan ke kemarau. Lebih lanjut, Wisnu menghimbau peternak unggas yang berada di daerah berpotensi terjangkit malaria unggas agar waspada dan melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin.
Data technical service Medion (2008) menempatkan penyakit ini di peringkat 10 sebagai penyakit yang kerap menyerang ayam. Parahnya, penyakit ini mampu menyebabkan kerugian terutama pada broiler. Menurut Budi, kasus pada ayam petelur sangat jarang ditemukan, sementara angka kematian broiler ditunjukkan Budi melalui tabel 2.
Berbeda dengan Budi, Lusi mengatakan penyakit ini dapat menyerang layer maupun broiler. “Pada layer, fase produksi maupun fase pullet bisa terjangkiti,” ujar Lusi. Dan menurut dia, kematian pada broiler bisa mencapai 40%, sementara penurunan produksi pada layer bisa mencapai 30%.
Angka Mortalitas 2006 2007 2008
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
0,1 - 0,5% 22 42,31 12 42,86 13 41,94
0,6 - 1% 13 25,00 10 35,71 12 38,71
1 – 1,5% 5 9,62 2 7,14 0 0,00
1,5 - 2% 4 7,69 2 7,14 3 9,68
> 2% 8 1 5,38 2 7,14 3 9,68
Sumber : Data technical service Medion, 2006 s/d 2008
Budi menunjuk penurunan produktivitas sebagai kerugian utama pada broiler. “Mulai dari pembengkakan nilai FCR (rasio konversi pakan-red) sampai hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi telur.” Selain itu Budi juga mengatakan jumlah ayam yang diafkir meningkat dan kualitas karkas ayam menurun. “Timbulnya bercak-bercak darah di beberapa bagian otot di daerah dada, perut dan kulit pada unggas penderita menurunkan kualitas karkas,” jelas Budi.
Penyebab malaria disebutkan Budi, Leucocytozoon caulery atau L. sabrozesi. Wisnu menambahkan satu lagi, L schoutedeni. Dan ditularkan melalui gigitan vektor lalat dari jenis Simulium sp dan Culicoides sp. “Simulium lebih mirip lalat ketimbang Culicoides yang bentuknya ramping sehingga sering dikelirukan sebagai nyamuk,” kata Wisnu.
Dan berbeda dengan penyakit yang disebabkan virus yang penularannya cepat, dalam malaria belum tentu ayam dalam satu kandang terjangkit semua. “Tergantung digigit nyamuk atau tidak. Beda dengan penyakit viral, begitu satu kena semua pasti kena,” terang Lusi. Bahkan bisa saja ayam saling berdekatan, yang positif cuma satu. “Yang sebelahnya negatif, bisa saja,” sambungnya. Sehingga tingkat morbiditas (kesakitan) dalam kandang dapat bervariasi, sekali lagi tergantung banyak tidaknya vektor.
Menurut Wisnu, gametosit akan masuk ke tubuh vektor lagi saat vektor menggigit dan menghisap darah inang penderita. Gametosit dewasa akan kawin di dalam saluran pencernaan vektor hingga menghasilkan sporozoit. Sporozoit akan menuju kelenjar ludah vektor, sehingga saat vektor menggigit unggas lain, melalui liur akan menularkan sporozoit pada unggas itu.
Blogger Templates Gallery
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar