Harga paha katak menembus Rp 100 ribu per kilo
Setiap minggu ada katak terbang dari Yogyakarta ke kota lain. Bukan mengada-ada, tapi ini adalah katak hasil budidaya. Mereka menjadi santapan favorit di restoran-restoran mewah penyaji masakan China. Pasar utamanya Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Manado dan Makassar.
Mada Judha Pasalbessy, peternak katak jenis kataklembu (bullfrog) yang mempunyai jadwal rutin menerbangkan katak di atas menyebutkan, harga katak hidup (di kolam) per kilogram untuk size 3-4 mencapai Rp 20 ribu. Sementara size 5-6 mencapai Rp 19 ribu per kilo dan Rp 16 ribu untuk size 7-8. Untuk harga dagingnya (paha) bahkan lebih gila lagi, bisa mencapai Rp 80 ribu per kilo di Jakarta dan Rp 70 ribu per kilo di Yogya. Sedangkan bagian pinggang dan perut, di pasaran Yogya sekitar Rp 30 ribu per kilo. “Padahal untuk membuat 1 kg katak potong (paha) cukup dibutuhkan 9 ekor katak hidup size 4 seharga Rp 45 ribu,” ujar Mada membeberkan laba.
Laba ini, kata Mada, bahkan kini kian membesar akibat adanya kenaikan harga BBM dan kelangkaan bibit. “Bulan Juni kemarin Jakarta berani membeli Rp 100 ribu per kg, sedangkan di Bali Rp 110 ribu per kg,” sebut Mada yang mulai budidaya katak sejak 1999. Tak heran, dia pun memilih menjual kataknya dalam bentuk daging daripada hidup dengan perbandingan 60:40. “Saya lebih suka mengirim daging /potongan, karena harganya tinggi. Sekali pengiriman, untungnya lebih banyak ketimbang mengirim hidup,” papar pria yang pernah 2 tahun mengenyam pendidikan di akademi militer Magelang ini.
Disamping itu, mengirim katak dalam bentuk daging (sudah dipotong) lebih mudah, karena cukup dipak dalam keadaan dingin dengan styrofoam. Keuntungan lain menjual dalam bentuk daging, katak-katak yang cacat kaki depan, kulit, ataupun kepalanya tidak terlihat sebab kaki depan, isi perut, kulit dan kepala dibuang. “Sehingga tidak ada katak yang afkir,” katanya. Untuk penjualan daging paha biasanya ke Jakarta dan Bali, sedangkan pinggang dan perut untuk pasar lokal. Selain mengirim ke kota lain, Mada juga memasok daging kataklembu ke Carrefour Yogya. “Satu-satunya pasar lokal saya. Karena saya tidak mau saingan dengan katak sawah hasil tangkapan yang lebih murah,” ujar Mada jujur.
Yang harus diperhatikan dalam penjualan adalah ketika musim penghujan. Pada saat itu produksi katak akan melimpah sehingga rawan persaingan. “Pas Jakarta dibanjiri katak dari Sukabumi, harga kataklembu potong turun jadi Rp 70 ribu/kg,” ucap Mada.
Produksi Tak Bisa Digenjot
Sejak tahun lalu Mada mengirim 3 sampai 4 kuintal per bulan katak hidup ke Jakarta. Angka itu lebih kecil dibandingkan dengan pengiriman 2 tahun sebelumnya yang mencapai 6 sampai 7 kuintal per bulan. Ini bukan karena menurunnya permintaan, tetapi karena dia kesulitan mendapatkan bibit. “Produksi bibit menurun, karena perubahan tabiat musim. Musim hujan yang pendek membuat induk tidak bertelur optimal,” kata Mada. Hasilnya, dia hanya mampu mengirim kataklembu sekali seminggu dari permintaan seminggu 3 kali.
Produksi kataklembu menurut Mada tidak bisa digenjot seketika karena periode produksi yang panjang, sekitar 6 sampai 7 bulan jika dihitung dari kecebong menetas. “Kecebong menjadi precil dalam waktu 2,5 bulan, dan dari bibit (precil) hingga panen butuh waktu 3 sampai 4 bulan,” kata Mada menerangkan. Untuk memproduksi 1 kg katak hidup, biaya pakannya hanya Rp 8 ribu. Jika ditambah lain-lain jatuhnya tak lebih dari Rp 10 ribu.
Sementara itu permintaan katak yang sudah dipotong saat ini kian meningkat. “Produksi kataklembu potong (daging) sekarang 2-3 kuintal tiap 3 minggu,” sebut Mada. Jika dikonversi, berat itu setara dengan 4,5 kuintal katak hidup. Sebab, katak size 3-4 ekor/kg (2,5 ons/ekor) setelah dikuliti dan dipotong beratnya menjadi 1,1 ons (9 ekor/kg).
Untuk pengiriman katak hidup maupun daging, Mada menggunakan pesawat cargo salah satu maskapai penerbangan nasional, “Biar lebih cepat dan jadwalnya pasti,” katanya. Waktu pengiriman katak hidup yang singkat akan menjamin katak tidak stres akibat perjalanan jauh. Jika sampai stres maka kualitas daging katak akan turun.
Selain itu, tambah Mada, jaminan mutu pengiriman dengan pesawat lebih baik ketimbang ekspedisi biasa. “Jika kemasan styrofoam atau isinya rusak, bisa langsung diklaim,” kata Mada. Dia mengaku memperoleh harga khusus dari maskapai itu. “Lebih murah dibanding tarif biasa,” ungkapnya tanpa mau menyebutkan angka. Kalaupu mahal, ujar Mada, ongkos pengiriman akan ditanggung pelanggan. “Jadi nggak pusing juga.”
Selain biaya pengiriman, di bandara, Mada juga mesti membayar biaya karantina Rp 25/ekor. “Setelah sampai bandara katak diinspeksi. Biasanya langsung lolos karena hanya pengiriman domestik,” tutur alumni FE Unibraw ini.
TROBOS
Blogger Templates Gallery
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
NO TLP YG DI YGY YG BISA DI HUBUNGGI YG MN PAK MADA..AAN TIMOHO YOGYA .NO TLP SAYA 0817263827
Posting Komentar