Kriteria utama kualitas pakan ternak sangat ditentukan oleh tingkat kecernaannya. Tetapi sejauh ini teknologi untuk mengetahui tingkat kecernaan satu jenis bahan baku pakan metodenya amat rumit dan memerlukan waktu yang relatif lama.
”Gas Test”, adalah sebuah metode uji alternatif yang dapat dipilih untuk mengukur kecernaan pada hewan ruminansia dengan hasil relatif lebih cepat, serta tidak memerlukan hewan percobaan.
Prinsip dasar dari metode gas test merupakan pengembangan dari in vitro. Metode ini mencoba menyempurnakan sistem kerja dari metode in vitro sebelumnya, dengan mengukur volume gas yang dihasilkan sebagai parameter untuk menilai kecernaan (Menke et al., 1979), seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 & 2. Kelebihan metode ini selain dapat menghitung kecernaan bahan, juga dapat digunakan untuk menetukan besarnya energi yang termetabolis (EM) serta dapat pula untuk menghitung produksi asam lemak atsiri (volatile) atau VFA yang merupakan asam lemak penentu produksi dan kualitas susu dan daging.
Kelebihan lain dari metode ini adalah dapat mengetahui aktivitas zat anti-nutrien yang dapat menghambat proses pencernaan zat makanan. Seperti halnya pengujian bahan pakan hijauan dari legume (kacang-kacangan) yang memiliki kadar tannin yang relatif tinggi. Dalam proses pencernaan, tannin menghambat proses penguraian bahan-bahan yang mengandung protein tinggi. Melalui pemakaian gas test ini, aktivitas tannin dapat diketahui pengujian menggunakan penambahan PEG (polyethylene glycol) sebagai diterminannya (Jayanegara & Sofyan, 2008). PEG merupakan suatu zat yang sengaja ditambahkan untuk menekan aktivitas tannin. Indikasi tannin dapat menghambat kecernaan dapat dilihat dari penurunan produksi gas jika bahan pakan (seperti legume) tidak ditambahkan PEG.
Mengendalikan Emisi Metan
Manfaat tambahan dari gas test, metode ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam formulasi pakan ternak sehingga lebih efisien, yang artinya meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, uji ini dapat digunakan untuk mengatur produksi gas metan (CH4) dalam rumen. Menurunkan produksi gas metan dapat ditempuh dengan mengatur rasio produksi asam-asam lemak atisiri atau volatile fatty acid (VFA).
Dengan mengatur nilai NGR (non glucogenic ratio) yang merupakan perbandingan 1C2 (asetat) + 2C4 (butirat) terhadap C3 (propionat), maka produksi gas metan dapat dikendalikan. Untuk mencapai kecernaan yang optimal dan produksi gas metan yang rendah, nilai NGR disarankan pada kisaran 2-4. Salah satu cara melalui memberikan pakan ternak dengan komposisi campuran bahan pakan hijauan (rumput dan legum) sekitar 60-80% dan bahan pakan konsentrat (dedak, onggok dll) sekitar 20-40%.
TROBOS
Blogger Templates Gallery
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar