Jagung : Antara Prestasi dan Obsesi


Blogger Templates Gallery

Target produksi 2009 capai 18 juta ton, 30 % untuk ekspor

Departemen Pertanian mematok target produksi jagung di 2009 sebesar 18 juta ton. Dari angka tersebut diperkirakan 30 % diantaranya diperuntukkan ekspor. “Jadi tahun ini, kita bisa swasembada jagung. Lebih dari itu, sebagian hasil produksi bisa diekspor, dengan tetap memperhatikan keamanan stok dalam negeri,” tutur Siwi Purwanto, Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pakan Ternak beberapa waktu lalu di Jakarta.


Menurut catatan BPS, sepanjang 2008 jagung dalam negeri mengukir prestasi. Produksinya mencapai 15,8 juta ton, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya (lihat tabel). Sebaliknya, impor jagung oleh pabrikan pakan juga menunjukkan angka jauh lebih kecil dari angka impor tahun-tahun sebelumnya (lihat tabel). Impor jagung dalam kurun 2006 – 2008 berturut-turut 1,7 juta ton, 650 ribu ton dan 170 ribu ton.

Punya tapi Impor
Sebuah prestasi yang semestinya mendapat apresiasi dari pelaku perunggasan, utamanya produsen pakan unggas sebagai penyerap utama komoditas jagung. Tetapi, banyak yang tidak yakin dengan angka-angka tercantum. Bahkan soal target18 juta ton dan ekspor di 2009. Pertanyaan dan tuntutan klasik masih saja mengemuka, “Kalau angka tersebut nyata, tentunya pabrikan pakan tak pernah kesulitan mencari kebutuhan jagungnya yang hanya 4 jutaan ton. Faktanya, pabrikan masih harus impor.”
Ibarat dialog drama klasik yang diulang-ulang, saling lempar pernyataan yang tidak pernah ketemu ini terus terjadi. Di satu sisi pemerintah mengklaim besarnya produksi, di sisi lain pabrikan pakan sebagai pengguna bertanya jagungnya mana. Melelahkan, bahkan cenderung berpotensi membuat frustasi.
Angka 18 ton dalam setahun itu sangat besar, “Kalau bisa tercapai, lebih-lebih bisa ekspor, baguslah. Semoga saja tidak hanya terjadi di republik mimpi.” Komentar Sekretaris Eksekutif GPMT (Asosiasi Produsen Pakan Indonesia), Askam Sudin bernada minir. Pada dasarnya, sebagaimana berkali-kali dikemukakan pihak produsen pakan, industri dalam negeri akan menyambut baik melimpahnya jagung dalam negeri. Pasalnya, hampir 60 % bahan baku pakan unggas adalah jagung. Dan menggunakan jagung lokal, akan menguntungkan pabrikan. “Ongkos transport rendah, tidak kena bea masuk impor dan warna jagung dalam negeri lebih atraktif, disukai peternak,” sebut Ferry Purnama, nutrisionis Japfa Comfeed Indonesia pada satu kesempatan. Tak ada alasan bagi industri pakan tanah air untuk lebih memilih jagung impor. “Masalahnya, kadang-kadang jagungnya tidak ada, padahal produksi harus jalan terus maka mau tidak mau langkah impor terpaksa ditempuh,” kembali Ferry mengemukakan fakta yang diamini seluruh pelaku usaha pakan.

Akurasi Data Digugat
Tak kurang Tri Hardiyanto, peternak asal Bogor ikut mempertanyakan akurasi data BPS. “Angka-angka yang disajikan masih perlu dipertanyakan, berangkat dari fakta konkrit di lapangan atau sekadar asumsi?” gugat Tri yang Ketua GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional). Menanggapi ini, Siwi memberikan argumentasi, “Sejauh ini lembaga yang diakui pemerintah sebagai sumber data adalah BPS, sesuai aturan. Maka tidak bisa tidak, data yang bisa dipakai adalah rilis dari BPS,” Siwi berdalih. Ia menambahkan, turun drastisnya angka impor setidaknya menjadi indikasi dan justifikasi keberhasilan peningkatan produksi jagung nasional.


Produksi yang tinggi, lanjut Siwi, tidak semuanya jagung hibrida —merupakan bahan pakan ternak dengan konsumen utama industri pakan.Masih banyak sentra-sentra jagung yang produksinya adalah jagung untuk konsumsi pangan. Di samping itu, tambah Siwi, “Sebagian produksi jagung yang digunakan untuk ternak langsung ke peternak, tidak masuk melalui pabrik pakan sehingga tidak termasuk yang 4 juta ton disebut GPMT.” Meski ia pun tak mampu menunjukkan angka-angka pasti berapa besar penggunaan jagung dari masing-masing pos yang disebutnya itu. “Ke depan memang diperlukan pendataan lebih rinci ‘breakdown’ dari 15 juta digunakan apa saja,” ujar Siwi.

TROBOS

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2008 - TDA Semarang - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Adiestudio - Dilectio Blogger Template | Gallery